Setiap kita diciptakan oleh Allah dalam kondisi yang berbeda-beda. Terlahir dari keluarga yang kondisi ekonominya berbeda, fisik yang berbeda, hingga kapasitas intelektual yang berbeda-beda. Contohnya, kita melihat ada yang harus bekerja sangat keras untuk bisa menguasai ketrampilan bahasa, sementara beberapa orang mudah sekali belajar bahasa asing, hingga menguasai berbagai jenis bahasa asing (polygot).
Walau sepintas semua orang memahami, nyatanya tidak semua orang bisa menerima dengan mudah perbedaan ini, apalagi jika terkait dengan keunggulan atau prestasi yang timbul karena perbedaan ini. Ini barangkali sifat khas manusia, di mana kita cenderung mudah tersulut atau merasa tidak adil ketika ada saudara kita yang ‘lebih’ prestatif atau lebih unggul dalam satu atau beberapa aspek kehidupan. Tak terkecuali untuk urusan ibadah.
Barangkali kita menemukan teman kita yang konsisten puasa Daud dari zaman kuliah hingga saat ini. Sebagian lain memiliki kebiasaan sholat Dhuha 8 rakaat yang tak pernah putus.
Ibu saya sendiri memiliki kebiasaan sholat tahajud yang tidak pernah putus, yang dalam ingatan saya rutin dilakukan dari ketika saya masih SMP, atau bisa jadi lebih awal kebiasaan itu terbentuk. Salah satu guru saya berkata, “Jangan pernah merasa minder dengan kualitas ibadah orang lain yang melebihi diri kita. Termotivasi tentu harus, namun coba temukan apa kekuatan dalam diri kita, yang dengannya kita bisa optimalkan itu menjadi luaran ibadah yang khas diri kita”.
Kalau kita mungkin tidak kuat puasa Daud, mungkin kita lebih punya kekuatan untuk mengeluarkan harta kita untuk bersedekah atau memberikan makanan kepada orang-orang membutuhkan. Ketika diri ini sulit mengerjakan sholat Dhuha 8 rakaat, barangkali 2 rakaat cukup, tapi kita bisa mengkompensasinya dengan sedekah ilmu kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
HR. Muslim no. 783
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
Janganlah berkecil hati, walaupun sedikit tapi secara kontinyu, ini akan menjadi tabungan kebaikan yang dengannya Allah akan ridho kepada kita.
Untuk itu, mungkin ini saat yang tepat kita memiliki amalan unggulan. Amalan unggulan adalah amalan yang kita yakini bisa dilakukan secara konsisten, karena kontrolnya berada dalam genggaman kita sendiri.
Bilal terkenal dengan amalan unggulan menjaga wudhunya dalam berbagai keadaan, Ustman bin Affan sangat terkenal dengan kedermawanannya hingga saat ini. Masih butuh contoh inspirasi lainnya? Mungkin kita bisa mengingat kembali cerita sahabat yang masyhur, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yang bersumber dari Ibnu Mubarok dalam kitab Zuhud

Pada satu ketika Rasulullah duduk-duduk bersama para sahabat, tiba-tiba Rasulullah berkata, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian datang seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka, dengan bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal. Hal ini Rasulullah ulangi hingga 3hari berturut-turut. Salah seorang sahabat yang penasaran, Amr bin Ash, mendekati laki-laki yang dimaksud. Beliau berpura-pura sedang memiliki masalah dengan orang tua, untuk itu minta izin bermalam 3 hari di kediaman laki-laki tersebut.
Setiap malamnya Amr bin Ash mengobservasi dengan penasaran, apakah amalan istimewa yang dilakukan oleh laki-laki tersebut sehingga ia diganjar oleh syurganya Allah.
Hari demi hari berlalu, hingga tiba saat dimana Amr bin Ash harus pamit dari kediamannya karena telah bermalam selama tiga hari. Sebelum pergi, akhirnya Amr bin Ash memberanikan diri bertanya kepada laki-laki tersebut. “Sejujurnya aku penasaran karena Rasulullah berkata kepada kami bahwa engkau termasuk penghuni syurga, sedangkan selama 3 hari ini, aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?”
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Amr bin Ash pun berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”
Baca Juga: Perbekalan yang Cukup
Teman-teman, sesungguhnya Allah mengetahui bahwa manusia itu lemah dan tempatnya kesalahan. Namun Allah selalu memberikan kesempatan untuk kita selalu berada dalam kebaikan, walau mungkin selangkah demi selangkah. Jika saja para sahabat diganjar dengan syurga dengan beberapa amalan yang sederhana, namun konsisten, maka, apalagi kira-kira jawaban yang akan kita berikan kepada Allah, jika ditanya mengenai amalan unggulan yang dengannya Allah ridho. Karena sesungguhnya ganjaran syurga kepada manusia bukan semata-mata karena amal ibadahnya, tapi karena keridhoan Allah kepada diri kita.
Tiga hari lagi ramadan usai, mari segera kita temukan amalan unggulan yang akan kita lakukan secara kontinyu, di bulan-bulan ke depan 🙂