Keikhlasan tidak dapat bersatu dengan sifat senang dipuji dan tamak terhadap milik orang lain. Kedua hal tersebut tidak pernah bersatu dalam hati seseorang, melainkan seperti bersatunya air dengan api, atau pun biawak dengan ikan laut; salah satunya pasti akan mematikan yang lain.
Jika jika berbisik kepada kepada diri ini agar mampu bersikap ikhlas, maka datangilah sifat tamak terlebih dahulu, lalu sembelihlah sifat tersebut dengan pisau menerima apa adanya (tidak serakah). Berikutnya, lihatlah sifat ingin dipuji dan disanjung yang dimiliki, kemudian berpalinglah dari keduanya, sebagaimana orang-orang yang berpaling dari dunia karena mencintai akhirat.
Apabila kita telah dapat menyembelih ketamakan dan mengabaikan pujian serta sanjungan tersebut, niscaya kita akan menguasai keikhlasan dengan mudah.
Baca Juga: Konflik Eksistensial dan Refleksi Hidup

Senang dipuji dan disanjung
Jika kita bertanya, “Apa yang dapat membantuku untuk menghilangkan ketamakan dan membasmi sifat suka dipuji dan disanjung?” Ibnul Qayyim menjawab, menyembelih ketamakan dapat dipermudah dengan keyakinan bahwa segala sesuatu yang diinginkan itu hanya berada di tangan Allah semata, dan bukan berada di tangan selain-Nya. Hanya Dia yang dapat memberikannya kepada seorang hamba, dan tak ada seorang pun yang mampu memberikannya selain Dia.
Sedangkan membasmi sifat senang dipuji dan disanjung, hal itu dapat dipermudah dengan meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang pujiannya bermanfaat dan celaannya berbahaya bagi kita kecuali Allah. Tak ada seorang pun yang pujiannya dapat menghiasi diri dan kecamannya menjadi cacat bagi diri kecuali Allah. Pernyataan ini sebagaimana perkataan seorang arab Badui kepada Nabi;
“Sesungguhnya pujianku adalah hiasan (dapat memuliakan seseorang), sedangkan makianku mampu membuat (seseorang menjadi hina).” Mendengar ucapannya, beliau pun bersabda: “Itu khusus bagi Allah SWT.”
HR. at-Tirmidzi: 3266
Antara orang yang memuji dan mencela
Abaikanlah pujian yang tidak membuat diri kita menjadi mulia. Abaikanlah juga celaan yang tidak menjadikan kita hina.
Senanglah kita terhadap pujian dari dzat yang sanjunganNya mengandung semua kebaikan dan celaanNya mengandung semua keburukan (yaitu Allah). Sungguh, yang demikian itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kesabaran dan keyakinan. Jika kesabaran dan keyakinan kita hilang, maka kita seperti orang yang hendak mengarungi lautan tanpa bahtera. Allah swt berfirman:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau.”
QS. Ar-Ruum: 60
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
QS. As-Sajdah: 24
*tulisan ini disadur dari Fawaid, Ibnul Qayyim alJauziyyah, bagian ‘Bagaimana anda memperoleh keikhlasan?’