Skip to content

Ivan Ahda

Jejak Baik

Kita tidak akan pernah benar-benar mengetahui bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri ini, hingga kita menemui Sang Pencipta. Dan saat itu terjadi, kita sendiri sudah harus memasuki fase kehidupan yang selanjutnya.

Catatan amal, keteladanan dalam keluarga, kebaikan kepada sesama, hingga sepak terjang aktivitas kita, sedikit banyak akan terkuak dalam berbagai cerita, tulisan, doa-doa yang muncul ketika kita menutup usia. Apakah banyak yang merasa kehilangan karena merindukan budi baik kita, atau sedikit menghela nafas lega karena artinya kita tidak lagi membuat huru hara.

Baca Juga: Perbekalan yang Cukup

Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?

QS. Al-An’am: 32

Ketika ada kerabat atau seseorang yang kita kenal wafat, disaat itulah kita menyadari sejauh mana orang tersebut terhubung dengan kita. Apakah kita menjadi pemeran utama dan saling berbagi plot skenario kehidupan? Pemeran pembantu yang mempengaruhi jalan cerita bahagia nestapa? Atau selayaknya tamu yang datang dan pergi ke rumah, yang walaupun singkat, mereka tetap meninggalkan kesan dalam hidup kita.

Jejak seseorang dalam hidup ini bisa kita lihat langsung dari sepak terjang mereka, namun juga bisa kita gali dari berbagai peninggalannya. Ada yang namanya keluarga, ada yang berbentuk amal jariyah, lainnya berupa cerita silaturahim, dan jika beruntung, kita bisa menemukan tersiarnya doa-doa baik yang dilantunkan.

Image taken from Pexels/Pixabay

Mengenang Mutammimul Ula

Pada hari Kamis, tanggal 7 Mei kemarin, Pak Tamim – saya biasa memanggil beliau – telah pergi meninggalkan dunia ini. Saya mengingatnya sebagai sosok yang rendah hati, sedikit bicara dan teduh ketika memberikan nasehat. Ada banyak cerita bagaimana kiprah beliau membangun keluarga Qurani, seorang politikus yang lahir dari kekokohan jalan da’wah yang beliau tempuh. Bersama Bu Wiwi, beliau berhasil menghantarkan anak-anaknya menjadi penghafal AlQuran, walau mungkin bagi sebagian besar kita, rasanya cerita ini hanya bisa terjadi di cerita sahabat nabi.

Dalam ingatan saya, saya bertemu dengan almarhum pada 3-4 kesempatan; beberapa kali pada acara Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, ketika saya menikah, dan silaturahim ke rumah beliau. Walaupun interaksi saya tidak banyak, izinkan saya berbagi kesan dan ingatan, yang semoga menjadi catatan tambahan amal beliau, dan menjadi inspirasi bagi kita-kita yang masih diberikan kesempatan menjalani hidup.

  1. Visi dan nilai keluarga yang kuat

Saya ingat, ketika kami berkunjung ke rumah beliau, di area ruang tengah keluarga, terdapat semacam pigura yang berisikan visi dan nilai-nilai keluarga. Saya tidak ingat betul isinya, namun secara pribadi hal ini meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Mungkin dalam keluarga kita sering membicarakan apa yang menjadi nilai-nilai kebaikan, atau hal ini tercermin dalam kebiasan keluarga, namun rasanya akan berbeda jika ini dituliskan. Ketika sebuah konsensus bersama menjadi eksplisit, sedikit banyak hal ini akan meneguhkan usaha yang dilakukan untuk mencapai apa yang menjadi visi tersebut.

2. Kecintaannya pada buku (baca: ilmu pengetahuan)

Sebagaiman kesaksian yang diceritakan salah seorang anak almarhum, Ust. Faris , ketika kami berkunjung, ingatan visual yang masih terbayang hingga saat ini adalah betapa banyaknya buku-buku yang berada dalam area perpustakaan rumah beliau. Banyak hal yang ditularkan orang tua kepada kita, dan salah satu yang kita cita-citakan adalah keturunan kita menjadi orang-orang yang berilmu, mencintai ilmu pengetahuan dan membagikan ilmunya.

3. Anak-anak yang sholeh & sholehah

Dalam hal interaksi, syukur alhamdulillah saya dipertemukan dengan anak-anak beliau dalam berbagai kesempatan. Bang Aaf, Bang Faris, Iffah merupakan alumni Forum Indonesia Muda. Jay (Andrea Senjaya), yang merupakan suami Iffah merupakan alumni FIM juga dan guru saya dalam perkara bisnis dan startup. Bang Faris juga masih berkenan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya sebagai penasihat bagi teman-teman di Muzaqee (unit pengumpul zakat dari yayasan Maxima). Walau mungkin hanya satu dua kali, saya pernah bertemu dengan Ismail dan Basyiir dalam kesempatan lain. Walaupun almarhum sudah tidak berada ditengah-tengah kita, beliau sudah memberikan warisan terbaik, yang dengannya kita akan selalu bisa mengambil pelajaran dan hikmah beliau dari anak-anak beliau.

Baca Juga: Amalan Unggulan

Terima kasih pak Tamim, atas jejak baik yang telah diberikan ditengah langkanya mata air keteladanan dalam hidup saat ini. Kita berdoa, semoga keluarga besar pak Tamim-Bu Wiwi, senantiasa diberikan kekuatan, kesabaran, dan keberkahan dalam fase-fase perjuangan hidup selanjutnya. Semoga Allah mempertemukan kita semua dalam sebaik-baik kehidupan akhirat kelak, Aamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *