Setelah sukses mengadakan EduLead Talk sesi pertama yang bertajuk Good Leader, Good Teacher, Jaringan Semua Murid Semua Guru mengadakan kembali EduLead Talk sesi ke dua yang bertajuk Mengelola Perubahan pada hari Senin tanggal 30 Agustus, 2021.
Pada EduLead Talk sesi kedua ini, saya bersama 3 panelis Teman Diskusi terdiri dari Pak Mardi Wu (CEO Nutrifood), Bang Salman Subakat (CEO Paragon Technology & Innovation) serta Ibu Noni Purnomo (Komisaris Utama PT Bluebird Tbk) bersama-sama dengan peserta forum berdiskusi mengenai topik Mengelola Perubahan. Topik ini diangkat tentu saja karena dunia pendidikan merupakan dunia yang sangat dinamis, selalu dihadapkan dengan perubahan konstan apakah terkait dengan ekspektasi output peserta didik, bidang fokus kajian dan ataupun tentang perubahan mode pembelajaran di masa-masa tertentu seperti yang terjadi pada masa tanggap darurat pandemi covid-19 sekarang ini.
Reaksi Pertama Manusia Ketika Menghadapi Perubahan: Resisten dan Disorientasi
Di masa pandemi seperti sekarang, kita semua menyadari bahwa perubahan datang secara masif dan bertubi-tubi baik itu dalam pola interaksi sosial, mode pembelajaran, maupun pola konsumsi masyarakat. Manusia sendiri pada umumnya ketika menghadapi perubahan akan bereaksi dengan melalui beberapa fase, seperti: merasa shock, disorientasi, membuka diri dengan menerima istilah new normal, hingga akhirnya menerima dan mengelola perubahan yang ada. Hanya dengan sikap yang positif, perubahan akan meningkatkan kapasitas belajar kita dan bahkan akan menjadi sebuah kekuatan. Sebaliknya, jika tidak hati-hati perubahan bisa menjadi sumber tekanan dan tuntutan yang bisa diterjemahkan sebagai stres.
Perubahan memang tidak mudah untuk dihadapi dan kita seringkali mengalami fase denial ketika menghadapi perubahan. Bang Salman memaparkan bahwa perubahan itu adalah keniscayaan sama halnya seperti masalah. Beliau menganalogikan orang-orang yang resisten terhadap masalah atau perubahan sebagai orang yang justru bermasalah, “If you don’t see any problem, then you are the problem.”
Baca Juga: Kepemimpinan di Kala Pandemi: Altruisme sebagai Sebuah Jalan
Habit Yang Perlu Dibangun Agar Siap Menghadapi dan Mengelola Perubahan
Menghadapi dan mengelola perubahan yang kian hari makin cepat terjadi dan bertubi-tubi, ibu Noni sebagai Teman Diskusi EduLead Talk malam tersebut membagikan beberapa langkah yang dapat diambil ketika kita dihadapkan dengan begitu banyak perubahan dan bagaimana mengelola mereka. Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan (1) menetapkan prioritas, menganalisa perubahan mana yang harus dihadapi dan diselesaikan terlebih dahulu. (2) Akomodasi gagasan dari semua pihak. Pada prinsipnya, tidak ada gagasan yang jelek, semua gagasan patut diapresiasi dan diakomodasi. Namun, untuk dapat diterapkan pastikan kita memilih dan menyesuaikan gagasan mana yang paling applicable untuk kondisi yang kita miliki. (3) Berani menerapkan hal baru. Jangan pernah takut untuk menerapkan hal baru Sembari terus mempelajari kembali perubahan yang kita terapkan, adaptasikan lagi dan terus menerus seperti itu. (4) celebrate small wins, hal lain yang tak kalah penting adalah untuk melakukan selebrasi atas setiap kesuksesan kita dalam menghadapi perubahan, tidak peduli sekecil apapun skala sukses tersebut.
Dalam menghadapi dan mengelola perubahan, setidaknya selalu ada dua pihak yang terlibat didalamnya: executor dan receiver. Dalam sebuah organisasi, badan atau lembaga apapun, selalu upayakan adanya penyamaan persepsi, bahwa para executor yang membuat perubahan juga adalah penerima atau receiver dari perubahan yang ada. Bahwa perubahan yang diambil adalah demi kebaikan bersama dan semua pihak memberikan kontribusi positif sesuai dengan posisinya masing-masing.
Kolaborasi untuk Sustainable Innovation
Jika dulu kita selalu dikenalkan dengan konsep think out of the box, pada era sekarang ini rasanya saya harus setuju dengan pendapat ibu Noni, bahwa saat ini istilah kreatif lebih tepat diterjemahkan dengan konsep there should not be any box. Beliau memaparkan bahwa era sekarang lebih cocok dipandang sebagai borderless era. Konsep ini tentu saja nantinya akan selaras dengan konsep sustainable innovation yang sangat menyorot konsep kolaborasi. Kolaborasi bisa menjadi kekuatan baru bagi semua di tengah masa pandemi maupun di tengah masyarakat yang kian dinamis.
Baik dalam konteks bisnis maupun konteks pendidikan, harus diakui bahwa dunia pendidikan dalam hal ini selangkah lebih maju. Skill kolaborasi ini setidaknya sejak tahun 2008 telah diangkat menjadi salah satu fokus keterampilan yang wajib dimiliki saat ini. Seperti tercantum pada 21st century skills, keterampilan berkolaborasi ini perlu didukung oleh skill lainnya seperti: critical thinking, problem solving, kreativitas, inovasi dan juga komunikasi.
Dengan framework 21st century skills ini seyogyanya kita dapat mengenali apa yang menjadi kekuatan kita, apa yang menjadi kelemahan dan apa yang sedang berubah diluar sana. Jangan pernah segan untuk mempelajari hal baru, sekalipun dalam prosesnya kita harus mengalami proses un-learn, de-learn dan re-learn. Pak Mardi Wu dalam hal ini menambahkan bahwa budaya yang sangat penting dalam mengelola perubahan adalah budaya rendah hati atau humble untuk sekalipun melepas pengetahuan yang telah kita miliki dan legowo untuk mempelajari hal baru.
Beliau menekankan, musuh dalam menghadapi dan mengelola perubahan seringkali datang dari sikap merasa sudah tahu, denial dan tidak mau adjust atau resisten. Merasa tahu terkadang memang menjadi strength namun ketika dihantam sebuah perubahan, terkadang delearn (melepaskan apa yang telah kita ketahui) justru adalah yang harus kita lakukan dan akan memberi kekuatan baru kepada kita.
Sebagai penutup, sejumlah nilai dari bu Noni ini rasanya akan sangat pas untuk menemani kita menghadapi dan mengelola perubahan. Beliau memanggil nilai-nilai tersebut sebagai 3 P minus 1P, yaitu: (1) Purpose beyond numbers, selalu miliki tujuan yang lebih besar dari sekedar target angka, (2) Passion, ketika semua hal harus kita rombak selalu hadirkan passion terhadap apapun yang kita lakukan, (3) Perseverance, kegigihan di tengah badai perubahan adalah keterampilan yang sangat penting dan harus kita miliki. Untuk minus 1P-nya, nilai yang harus kita jauhi adalah Perfectionist. Tidak ada yang harus sempurna di dunia ini, no body should be perfect.
Jadi, siap ya teman-teman untuk menghadapi dan mengelola perubahan?
Salam Kerja Barengan,
@ivanahda
Baca juga: Collective Genius: Kepemimpinan yang Dibutuhkan untuk Melahirkan Inovasi