Tulisan ini bukan membahas anjuran untuk makan menggunakan tangan kanan, atau pun mempertentangkan kemuliaan diantara tangan kanan atau tangan kiri
Tangan kanan sebagai istilah, sering digunakan untuk merujuk keunggulan yang dimiliki seseorang. “Si Bambang sejak lama dikenal sebagai tangan kanannya si Jono”. Dalam kalimat ini, tangan kanan bermakna sebagai pembantu utama.
Biasanya seseorang yang dijuluki tangan kanan adalah orang yang punya reputasi sebagai orang yang bisa diandalkan; selalu ada jika dibutuhkan, proaktif memberikan solusi sebelum diminta seseorang. Saya tidak tahu juga asal muasal istilah tangan kanan ini sebenarnya, namun saya tertarik membahas istilah tangan kanan dalam konteks apa yang menjadi kekuatan utama seseorang.
Pernah dalam salah satu momen sebelum saya memutuskan pindah kerja dari Kubik ke Rumah Perubahan, saya bersama Maleb bersilaturahim dan konsultasi ke rumah Pak Farid Poniman. Beliau adalah salah satu owner Kubik Leadership dan sejak lama getol mempromosikan konsep STIFIn, yaitu konsep ‘mesin kecerdasan’ berdasarkan sidik jari. Agar bisa membayangkan dengan mudah, ide mengenai STIFIn bisa dianggap sama dengan ide MBTI, DISC, Strength Finder, Talents Mapping dan lain sebagainya yang sering dijadikan rujukan dalam mengetahui kepribadian manusia.
Waktu itu saya cerita panjang lebar tentang apa yang jadi visi saya ke depan, apa pertimbangan saya mau belajar ke Rumah Perubahan, dan lain sebagainya. Dalam konsep STIFIn, saya orang Thinking Introvert. Jadi waktu itu Pak Farid benar-benar menekankan hal-hal apa yang menjadi kunci sukses saya, ‘godaan’ apa saja yang bisa jadi penghambat, termasuk juga menjelaskan apa saja pilihan-pilihan apa yang bisa saya ambil dalam hidup ini.
Terlepas dari perdebatan mengenai STIFIn, satu hal yang berkesan sekali adalah keyakinan beliau yang sangat kuat bahwa untuk bisa sukses, saya harus fokus mengembangkan apa yang menjadi ‘tangan kanan’ saya, alias apa yang menjadi kekuatan utama saya. Konsep keyakinan fokus pada tangan kanan buat saya sangat masuk akal (ini menunjukkan sisi thinking saya, hehe).
Hal inilah yang menghasilkan dampak yang lebih dahsyat jika dibandingkan kalau kita ingin menguasai semua karakter keunggulan.
Saya yang INTJ dalam konsep MBTI tentu sebaiknya tahu diri jika mengambil pekerjaan stratejik yang mengharuskan saya banyak menghabiskan waktu dengan membangun relasi – mengekspose banyak hal terkait perasaan misalnya. Bisa ambyarr, hehe.
Jika ada pilihan untuk saya mengisi pelatihan kelas besar dengan kelas kecil, tentu idealnya saya pasti akan lebih optimal di kelas kecil. Berbeda dengan beberapa kolega yang saya kenal, justru semakin banyak orang yang dihadapi, semakin membuat dia lebih berenergi untuk berbagi. Salah satu kebiasaan saya yang Maleb tahu, adalah kalau saya selesai mengisi sebuah sesi, bisa dipastikan saya pasti butuh waktu recovery, karena saya merasa energi saya habis diserap oleh orang-orang yang saya temui.
Saya yang juga DIC, dalam konsep DISC, akhirnya bisa menyadari bahwa kenapa saya mudah sekali terpancing dengan hal-hal baru, atau ketika berusaha menjalankan satu ide, di tengah jalan bertemu ide modifikasi ataupun kreasi lainnya, saya bisa dengan mudahnya berpindah jalur. Hal ini karena ‘S’ saya, yaitu Steady hilang, hehe.
Dari konsep DISC ini saya juga memahami kalau saya tetap berusaha mengikuti fakta, prosedur atau aturan yang berlaku, krn saya tetap memiliki kadar C, alias Compliance, walau seingat saya tidak terlalu banyak. Tentu interpretasi saya terhadap MBTI, DISC bisa jadi banyak yang kurang tepat jika dibandingkan penjelasan rekan saya yang sudah berkali-kali mengambil certified assessor untuk MBTI dan DISC. Namun saya merasa, jika kita membaca dengan baik referensi yang tersebar saat ini, setidaknya referensi tersebut cukup bisa memberikan insight mengenai siapa diri kita.
Memiliki pemahaman akan kekuatan diri, dalam praktisnya juga memberikan banyak kemudahan. Saya tahu, bahwa untuk urusan inovasi atau mengembangkan ide dari nol, mungkin saya tidak lebih baik dari teman-teman saya yang Intuiting, ataupun yang memang punya kekuatan di sini.
Dalam pengalaman kerja awal-awal di Rumah Perubahan, saya banyak menggunakan konsep STIFIn dalam memetakan anggota tim yang saya miliki. Saya jadi memahami bahwa banyak sekali evidence di mana seseorang dianggap tidak perform, hanya karena tidak disadari ia diberikan tugas yang tidak sesuai dengan kekuatannya. Di sini kita bisa juga melihat keseimbangan tim, bagaimana mungkin misalnya dalam satu tim ternyata isinya orang INTJ semua, sehingga tim itu hanya menghabiskan waktunya untuk berdebat dan berdiskusi secara filosofis mengapa suatu tugas perlu dikerjakan, hehe. Untuk urusan personal development, kita juga akan fokus dengan apa yang akan kita upgrade dari diri kita, dan tidak mudah terpancing apa-apa yang dicapai seseorang.
Baca Juga: Why People (Don’t) Change?
Berdasarkan pengalaman saya, berikut beberapa hal yang bisa dicoba agar kita mengoptimalkan kekuatan utama diri kita:
Miliki mindset yang kuat
Mulai dengan mindset bahwa manusia diberikan karunia berupa aset (fisik, hati, kecerdasan) dari Tuhan sebagai pemimpin di muka bumi ini. Sebagai pemimpin, maka basic mentality yang harus kita pegang ketika menghadapi sesuatu adalah berani menghadapinya, kemudian selalu siap beradaptasi dengan keadaan.
Banyak sekali fenomena yang saya lihat dari beberapa anak muda yang saya coaching yang pada tahap awal karirnya memberikan garis demarkasi yang jelas akan mana tugas yang dia mau kerjakan, dan mana tugas yang gak akan dikerjakan. Pada momen-momen kritis pengembangan diri kita, sesungguhnya kita membutuhkan banyak stimulus, pengalaman agar kita mendapatkan insight mengenai diri kita sendiri. Exposure yang banyak (baca: berbagai tempaan, ujian, persoalan) akan memberikan kita kesempatan trial and error yang hasilnya membantu memahami kekuatan diri. Jack Ma sendiri pernah bilang kalau di usia-usia awal karir penting untuk belajar melakukan banyak hal pada satu waktu. Kemudian, kenalilah diri sendiri dengan menggunakan tiga sumber:
- informasi dari significant others (orang yang memiliki hubungan dekat/memahami diri kita dengan baik)
- refleksi pengalaman diri
- bantuan tools kepribadian
Temukan mentor yang tepat
Mulailah mencari mentor yang dapat memberikan umpan balik secara jujur untuk pengembangan diri kita. Ini bagian penting untuk memberikan leverage, karena mentor akan memotong learning cost dalam perkembangan diri kita. Refleksi bisa dilakukan dengan meluangkan waktu untuk menemukan kembali ingatan momen of truth tentang apa yang membuat kita bertahan ketika badai, dan hal apa yang membuat kita mencapai keberhasilan. Catatlah karakter, sifat, hal-hal apapun yang bisa menjadi referensi kita di masa depan.
Adapun untuk tools kepribadian, itu hanyalah alat bantu agar kita bisa lebih efektif dalam menjalani beberapa peran di kehidupan kita: sekolah, pekerjaan, keluarga, dll. Dalam konteks kepribadian, harus dipahami bahwa sudah menjadi pemahaman umum di kalangan psikologi kalo kepribadian seseorang itu dinamis: ada bagian yang relatif menetap, ada bagian yang dapat berubah. Biasanya, core personality seseorang tidak akan berubah across time. Tentu saja pada situasi dan kasus ekstrim, terdapat beberapa kasus switching personality, multiple personality yang memunculkan sisi-sisi kekuatan yang dalam kesehariannya tidak pernah ditemui.
Miliki ekosistem yang mendukung
Terakhir, milikilah ekosistem pendukung yang membuat kita untuk terus menerus mengembangkan diri. Dalam sebuah konsep manajemen, terdapat istilah kelompok mastermind. Buatlah kelompok mastermind, yang isinya adalah orang-orang yang bisa saling ‘menantang’ pencapaian masing-masing. Jika kita berada dalam kelompok ini, kita akan selalu punya dorongan untuk bisa meningkatkan kualitas diri. Kelompok ini mungkin saja berasal dari teman kuliah, atau sahabat ketika SMA, rekan kerja di kantor, atau berasal dari kelompok pengajian. Di manapun kita, buatlah beberapa simpul kelompok untuk pengembangan diri.
Ekosistem juga bermakna keterhubungan pada jaringan kesempatan, relasi dan iklim belajar yang memang mendukung pengembangan diri. Ekosistem bukanlah kumpulan organisasi saja, atau sekumpulan orang dengan interest yang sama; tapi jauh dari itu, ia memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu dengan lainnya. Di mana setiap orang saling menjadi resource belajar satu sama lain, dan tidak ada ketakutan untuk dianggap bodoh, karena dalam ekosistem belajar terbaik, tidak ada yang bodoh, yang ada hanya orang yang belum tahu saja.
Gak terasa, panjang juga nih tulisan, hehe. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk teman-teman yang galau mengenai dirinya sendiri. Jangan tunda-tunda lagi perjalanan waktu untuk mengasah kekuatan utama kita. Dan perjalanan ini, haruslah dimulai dengan sebuah pertanyaan, “Apa yang menjadi tangan kanan saya saat ini?”
Selamat mencari!