Ivan Ahda

Mumpung Masih

Sesungguhnya kadar kecintaan pada sesuatu akan terlihat ketika apa yang dicintainya itu hilang. Dengan apa yang kita nikmati di tangan, kita berpikir ini semua memang layak kita dapatkan. Kita lupa bahwa ada peran tangan orang lain, doa orang tua yang tak pernah henti, dukungan kerabat, kesabaran dan keikhlasan guru kita. Beberapa hal yang kita nikmati dalam hidup tanpa bersyukur, maka kita harus bersiap ketika Allah menariknya dari hidup kita.

Allah memberikan pelajaran hidup yang sangat ekstrim untuk kita semua. Pencarian kita akan waktu yang hilang karena kesibukan, diberikan ganti langsung oleh Allah. Tidak tanggung-tanggung, bukan hanya 1-2 hari waktu luang, melainkan 2 bulan terakhir, dan sepertinya hingga beberapa bulan ke depan, walau masih samar.

Kita yang seringkali dikomplain keluarga karena tak pernah dirumah, saat ini memiliki waktu 24 jam untuk kita bercengkrama dengan anak dan pasangan. Waktu ‘me time‘ yang dibutuhkan; merapikan rencana hidup yang berantakan, mengingat janji yang belum tertunai, meningkatkan keterampilan, hingga menjalin tali silaturahmi, semua ada di depan mata. Semua ini kita miliki tanpa perlu menghiba cuti kepada atasan.

Banyak yang bilang, kita masih berjibaku dengan penyesuaian hidup saat ini. Kesibukan kerja yang makin menggila, screen time anak yang melonjak tajam, hingga rencana olahraga yang berantakan. Rasanya kita memang masih butuh waktu melakukan penyelarasan.

Baca Juga: Selalu Ada yang Pertama

Orang tua yang bersiap dengan kemungkinan sekolah anak terus berjalan dalam mode daring hingga akhir tahun, THR yang hilang, hingga gaji yang dipotong hingga 50%. Sebagian rencana besar investasi, kuliah, kerja terpaksa dibatalkan.

Kita semua sekarang saling bergerak, melompat, berlari, tertatih, menuju keseimbangan yang baru. Saya yakin, setiap orang, setiap keluarga punya cerita perjuangannya masing-masing. Perjuangan ini bukan sprint. Agaknya lebih seperti maraton, dengan garis finish, yang sayangnya belum terlihat.

Untuk itu, agar dapat terus berada di lintasan, maka sebisa mungkin kita menjaga kewarasan pikiran. Salah satunya adalah dengan menyadari dan mensyukuri apa yang masih melekat dalam diri.

Image taken from Pexels/Duc Anh Nguyen

Mumpung masih bersekolah, mari optimalkan semua sumber belajar yang melimpah di dunia daring. Bagi yang bosan dengan belajar jarak jauh, ingatlah bahwa masih lebih banyak saudara kita yang bahkan tidak memiliki akses belajar dan masih terus bersabar dengan bantuan yang tak kunjung tiba.

Mumpung masih bekerja, mari buang pikiran negatif tentang atasan, tentang membosankannya tempat kerja kita. Walau mungkin gaji dipotong, THR hilang, mari tetap bertahan dan terus mencari peluang. Di luar sana, banyak saudara kita yang kehilangan pekerjaannya hari ini.

Mumpung masih ada orang tua, walau tak bersua fisik dengan mudik, mari sempatkan untuk bertanya kabar, minimal sehari sekali, untuk memastikan kesehatannya. Di luar sana, banyak sekali perpisahan karena Corona. Di pusara pun tak bisa berjumpa.

Mumpung masih lama di rumah, coba lihat kembali lemari pakaian, lemari buku, hingga tempat penyimpanan makanan. Barangkali ada sebagian yang bisa kita berikan untuk saudara yang membutuhkan. Berlipat-lipat koleksi pakaian kita barangkali untuk sebagian orang selayaknya baju baru untuk Lebaran.

Mumpung masih diberikan waktu beraktivitas di rumah, mari kita perkuat dialog dengan keluarga, sekaligus menyapa kerabat, teman lama yang mungkin juga tengah berjuang untuk tetap bertahan.

Mumpung masih..
Mumpung masih..
Mumpung masih..

Mumpung masih Ramadan, walau sebentar lagi ia pergi, mari kita kejar semua keberlimpahan karunia dan berkah di dalamnya.

Terima kasih untuk terus berjuang untuk orang-orang kesayangan, semoga diberikan kekuatan yang terbaik, inshaAllah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top